Sabtu, 15 Maret 2008

Komunikasi Politik

MAKALAH KOMUNIKASI POLITIK“KHALAYAK KOMUNIKASI POLITIK”DI SUSUN OLEH : DENNY DOMINICUS SAVIO(THE LONDON SCHOOL OF PUBLIC RELATIONS-JAKARTA)PRAKATADalam rangka mendapatkan nilai kredit dari mata kuliah komunikasi Politik di semester V ini melalui makalah berharap bukan nilai semata yang dicari. Agar makalah ini juga dapat menjadi acuan refrensi dalam kepustakaan sangat diharapkan. Terlebih ulasan mengenai Khalayak Komunikasi Politik masih sedikit secara khusus di tuang dalam bentuk literatur.Banyak buku komunikasi politik terbit dan banyak artikel-artikel dari media cetak maupun media online dipublikasikan, sayang sekali pembahasan mengenai Khalayak Komunikasi Poltik hanya dijadikan selipan di dalamnya. Sehingga sulit sekali mencari bahan secara khusus berbicara tentang Khalayak Komunikasi Politik.Semoga saja makalah ini setidaknya dapat mempermudah bagi pemerhati bidang komunikasi politik terutama mahasiswa yang ingin mendapatkan bahan tentang Khalayak Komunikasi Politik. Meski saya sadar, makalh ini masih dari jahu sempurnha dan ilmiah.Tidak lupa saya ucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa membimbing dan memberi inspirasi setiap malam dalam merangkum makalah ini. Saya berusaha menyelesaikan makalah ini dari sela-sela kesibukan sehari-hari.Terimah kasih untuk teman-teman diskusi, Tio Lani dari FISIP Moestopo, Hendrik dari F-Komp Bina Nusantara, Melina Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Daniel Maruli Fakultas Hukum Unpad, dan lain-lainnya yang tidak dapat disebut satu-satu. Tanpa kalian mungkin pemikiran ini akan terbatas.Akhir kata, saya harap makalah ini dapat berguna bagi teman-teman mahasiswa dan pemerhati komunikasi poltik. Saran dan kritik sangat ditunggu.Jakarta, 28 Oktober 2007Denny Dominicus Savio
Daftar IsiJudul Makalah iPrakata iiDaftar Isi iiiBab I Pendahuluan 1Bab II Isi 3Berdasarkan Teori Tipe 4Teori Fenomenologis 6 Massa 7Publik 8Bab III Penutup 11Daftar Pustaka 13

BAB 1Pendahuluan
Banyak politisi yang sekarang ini memaksimalkan media advertising untuk mendapatkan dukungan dari massa (khalayak) dalam berpolitik suatu negara. Hal ini disebabkan massa atau masyarakar, atau juga dalam dunia politik disebut khalayak politik sangat mempengaruhi posisi seorang politikus nantinya.Sebut saja di Indonesia pada waktu masa-masa Pemilu 2004, iklan-iklan politik bermunculan. Dari PDI-P dengan slogan “Coblos Moncong Putih-nya” atau Prabowo yang memberi rasa bangga sebagai bangsa Indonesia dari ikalnnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa FISIP Universitas Airlangga, Surabaya dikatakan bahwa iklan-iklan tersebut cukup menarik perhatian masyarakat.Hasilnya? Dapat kita ketahui sekarang ternyata iklan-iklan mereka yang pasti membutuhkan dana yang tidak kecil tidak menjamin keberhasilan mereka mendapatkan simpati masyarakat. Justru Bapak Susilo Bambang Yudhoyono-lah menjadi pemenang dalam pemilu waktu itu.Kenapa? Menurut Henry Subiakto Direktur Lembaga Konsumen Media, Dosen Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga dalam mendapatkan pendukung dari masyarakat Indonesia bukan hanya dari iklan-iklan mahal dan kreatif namun juga dari penampilan dan publisitas media massa.Menurut Henry, naiknya popularitas Susilo Bambang Yudhoyono pada dasarnya juga dibangun oleh publikasi. Selama menjabat Menko Polkam di masa pemerintahan Megawati Yudhoyono sering tampil di media massa sebagai tokoh yang menangani persoalan terorisme, separatisme Aceh, maupun konflik SARA. Ia tampil dengan postur tubuhnya yang gagah, bahasa lisannya yang santun, mimik wajah yang serius, dan ucapan yang terukur dengan bicara seperlunya. Publisitas itu berhasil memunculkan image tentang kinerjanya, kewibawaan, dan ketegasannya.Megawati saat itu enggan berbicara dengan wartawan dan juru bicara Presiden tidak ada pada waktu itu sehingga Menko Polkam-lah yang menangani segala pertanyaan wartwan. Publisita Susilo Bambang Yudhoyono telah lama terbentuk akhirnya. Hal ini tampaknya menguatkan teori Al Ries, publikasi memang jauh lebih potensial meningkatkan popularitas seseorang dibandingkan dengan iklan. Publisitas lebih dipercaya dan lebih diperhatikan masyarakat. Apalagi dilakukan dalam waktu yang relatif lama, akan membentuk image tersendiri, bahkan mampu menyentuh afeksi atau perasaan khalayak (The Fall of Advertising & The Rise of PR,2003).Lalu? Menjadi sukses tidak perlu melewati kegagalan atau melakukan kesalan dahulu cukup mempelajari kesalahan orang lain kita dapat banyak belajar. Maka, komunikasi politik tidak dapat hanya melalui iklan saja namun perlunya strategi-strategi lainnya seperti mendapatkan publisitas dari media massa, mendapatkan simpati dari masyarakat, dan tampil dengan tepat sesuai kondisi masyarakat.Strategi dapat didapatkan dengan cara memahami dahulu karakter khalayak yaitu massa dalam menilai suatu tokoh pemimpin (Politikus). Daripada itu, kita harus dapat berhasil mempesuasikan kepada masyarakat dengan memperhatikan tingkat kedewasaan mereka dalam berpolitik. Sebab, kaum intelektual pasti berbeda dengan kaum petani dalam menilai pesan-pesan politik.Pemahaman khalayak dapat menggunakan teori tipe, medan dan fenomenologis. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam teori-teori tersebut. Misalnya saja, dikatakan bahwa teori medan ternyata dapat mempelajari tentang karakter bangsa dalam berpolitik.BAB IIISIKita sudah mengetahui bahwa khalayak komunikasi politik bukanlah wadah yang pasif dan menerima saja apa yang dikatakan para politikus. Khalayak justru akan sangat aktif dengan keadaan sekarang. Mereka akan lebih teliti dalam menerima pesan dan lebih pandai dalam beranalisis dengan membandingkan pesan dan keadaan kenyataan.Misalnya saja pada tahun 2002 di mana Presiden Megawati mengeluarkan kebijakan menaikan harga BBM. Dalam kasus ini sangat jelas bahwa Presiden Megawati tidak paham akan khalayak yang aktif. Terlebih saat Presiden Megawati mengatakan “Kenaikan harga BBM semata-mata hanya agar rakyat lebih mandiri tidak tergantung pada pemerintah, hidup sederhana, dan saatnya mengencangkan ikat pinggang”Bagaimana Presiden Mega bicara soal hidup sederhana sedang dalam satu bulan ia menyelenggarakan dua pesta (ulang tahun Taufiek Kiemas dan PDI-P di Bali) dengan amat megah dan mewah, belum lagi saat memborong 50-an tiket konser F4 yang harganya selangit? Maka pesan komunikasi yang dimaksudkan untuk menyejukkan suasana malah membuat suasana kian panas, karena ketegangan psiko-kognitif khalayak memuncak.Demonstrasi besar-besaran pun akhirnya dilakukan oleh khalayak. Ini cukup membuktikan khalayak tidaklah wadah yang pasif, justru tidak henti memperhatikan keadaan politik. Hanya saja sekarang sudah pada tahap titik jenuh dimana pesan komunikasi politik para politikus sudah kehilangan kepercayaan dari khalayak.Khalayak sudah menganggap pesan yang disampaikan hanyalah janji belaka. Dalam hal ini seperti kata Nimmo, tidak lebih hanya strategi komunikasi politik "pesan sebagai proyek lupa". Terlihat jelas dari peserta yang ikut pemilu maupun pilkada yang makin menurun.Berdasarkan Teori TipeKhalayak komunikasi politik itu dapat berupa individu, kelompok atau masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa khalayak sangat menentukan posisi politikus. Sebab dari itu khalayak menjadi sasaran dalam penyampaian pesan komuniksi. Politikus atau pemimpin harus mengetahui siapa khalayak itu, bagaimana sifat dan prilaku khalayak itu, dan kenapa khalayak itu diperlakukan sedemikian rupa?Teori tipe mengklasifikan orang ke dalam kategori-kategori berdasarkan. karakteristik yang dominan atau tema pokok yang timbul berulangkali dalam perilaku politik mereka. Maka seorang politikus harus paham khalayak dari karakteristiknya dalam menanggapi politik. Meskipun kebanyakan upaya untuk menguraikan kepribadian politik telah menerapkan teori tipe berfokus pada karakter dan gaya pemimpin politik, di sini perhatian kita adalah pada mereka yang telah menggunakan teori tipe untuk memperhitungkan bagaimana khalayak komunikasi politik belajar menanggapai dengan berbagai cara.Dalam teori ini berdasarkan perbedaan dalam pengaruh orang tua terhadap kepribadian seseorang terbadi pada beberapa tipe golongan, diantaranya:(1) Golongan Inaktif adalah sesorang yang berpartisipasi dalam organisasi politik atau sosial di suatu tempat, mereka sama memiliki tipe asuhan orang tua yang sama. Orang tua mereka mengkhawatirkan kesehatan, konformitas, dan kepatuhan akan tuntutan orang tua. Di Indonesia para masyarakat masih sangat kental dengan kepatuhan kepada orang tua. Orang tua pun juga demikian ingin anak mereka patuh bukan kemandirian. Maka ada baiknya ini menjadi perhatian. (2) Golongan kovensionalis terdiri dari anggota perkumpulan laki-laki dan perempuan. Orang yang relatif sedikit keterlibatannya dalam politik dan merupakan stereotif “Orang Biasa” yang konvensional, orang tua yang konvensional pada umumnya setia kepada nilai sosial tradisional seperti tanggung jawaban, konformitas, prestasi, dan kepatuhan serta menuntut perilaku yang patut secara sosial dari anak-anak mereka. Orang tua ini menggunakan hukuman fisik fisik dan psikologis dalam mendidik anak-anak mereka.(3) Golongan konstruktivis bekerja pada proyek pelayanan sosial, tetapi jarang menjadi peserta protes yang terorganisasi; orang tua mereka menekankan disiplin, prestasi, dan keandalan, pengungkapan diri yang terbatas, dan menggunakan hukuman nonfisik. Mereka lebih diakrab anak-anak mereka ketimbang orang tua golongan konvensionalis.Indonesia lebih ke arah konvensionalis.(4) Golongan aktivis mengajukan protes atau kekecewaan mereka terhadap kejelekan masyarakat yang dipersepsi dan juga turut dalam proyek pelayanan masyarakat untuk memperbaiki keburukan itu, orang tua mereka mendorong anak-anak merela untuk independen dan bertanggungjawab, mengiring ekspresi diri berupa jenis agresi fisik, dan kurang menekan disiplin jika dibandingkan dengan kelompok yang diuraikan diatas. Namun mereka mengenang hubungan dengan orang tua sebagai hubungan yang kaku. Indonesia tidak ada di area ini.(5) Golongan penyingkin (disenter) adalah yang hanya terlibat dalam protes-protes terorganisasi. Orang tua golongan ini tidak konsisten dalam melaksanakan pendidikan anak. Mereka serba membolehkan (permisif) dalam bidang tertentu,dan sangat ketat (restriktif) dalam bidang lain, mereka kurang menekankan indenpedensi dan kedewasaan yang dini dibandingkan dengan orang tua yang lain, namun menuntut prestasi melalui persaingan. Golongan pengingkar jauh lebih cenderung untuk memprotes sebagai bentuk pemberontakan terhadap orang tua daripada dalam golongan yang lain.Berdasarkan teori tipe, membuat kita merefleksikan diri bagaimana sebenarnya diri kita dalam berpolitik. Memang hal ini sengaja dilakukan para sarjana untuk memahampi karakter khalayak melalui dari diri sendiri.Teori FenomenologisTeori fenomenologis adalah pandangan bahwa peran kepribadian dalam perilaku (termasuk kepribadiandalam politik) paling mudah dipahami dengan melukiskan peranan langsung orang –yaitu proses yang digunakan oleh mereka yang memeprhatikan dan memahami fenomena yang disajikan langsung oleh mereka. Maka banyak individu yang menilai pesan-pesan komunikasi politik dengan memperbandingkan berdasarkan pengalaman yang subjektif, merasakan dampak yang pernah dirasakan, dan membayangkan objek dari komunikasi politik itu.Dua garis utama berpikir merefleksikan pendekatan fenomenalogis yaitu:(1) Teori Gestalt tentang persepsi. Penganut teori ini berargumentasi bahwa aspek utama kepribadian ialah bagaimana orang menyusun pengalaman ke dalam pola atau konsfigurasi. Mereka menekankan prinsip kesederhanaan dalam menyusun persepsi. Untuk para elit politik Indonesia belum menyadari pentingnya menyederhanakan pesan komunikasi politik. Efendi Gazali dosen pasca sarjana Universitas Indonesia menyadari ini sehingga program acara Republik BBM sebagai contoh penyederhanaan pesan politik yang ingin disampaikan.(2) Teori medan. Teori ini berargumentasi bahwa kepribadian (pola perilaku yang kekal dan diperoleh dengan belajar) saja tidak dapat menerangkan bagaimana orang berprilaku. Setiap orang memilki ruang hidup yang tersusun dari medan gaya. Dalam bertindak, individu mendekati atau menghindari gaya dan objek dalam ruang hidupnya sebagaiamana ia memahami gaya itu saat bertindak.Jelas bahwa perilaku tiap individu dalam menilai pesan komunikasi tidak hanya sebatas dari pendidikan yang dia dapat seperti pada teori tipe. Justru semata-mata menjadikan pengalaman untuk menilai suatu keadaan. Pengalaman pasti mengalami pembaharuan sehingga suatu saat dapat saja penilaina akan berbebeda nantinya seiring waktu.Misalnya saja, kenaikan BBM pada tahun 2002 dengan sekarang ditanggapi dengan cara yang berbeda. Jika dulu ditanggapi dengan demonstrasi besar-besaran, justru sekarang dianggap wajar karena melihat toh pemerintah memang masih belum memihak rakyat.Pengalaman sangat menentukan penilaian pesan komuniksai politik. Pengalaman menjadi bagian dari sejarah sehingga banyak para ilmuwan sosial mengacu pada teori medan untuk menilai karakter bangsa. Sebab bangsa terbentuk juga dari pengalaman sejarah.Banyak sebenarnya teori-teori yang hadir mengupas tentang karakter dari khalayak dalam berpolitik. Sebut saja teori psikoanalitik dan lainnya, hanya saja 2 teori yang disebut diatas lebih mempengaruhi keadaan khalayak sekarang meskipun dari satu teori dengan teori lainnya sangat berpengaruh.MassaKita harus paham perbedaan antara massa dengan crowd dalam ilmu sosiologis. Khalayak komunikasi politik adalah massa. Massa menjadi sasaran komunikasi politik maka setelah memahami teori-teori di atas dapat pula kita menginditifikasi dari karakter massa itu sendiri.Massa adalah orang banyak yang tidak perlu berada dalam satu tempat tertentu. Maka ini yang membuat beda dengan crowd yang berada pada tempat tertentu. Meskipun crow dan massa memiliki sifat yang sama yaitu, tentang banyak orang dan tidak ada hubungan timbal balik di antara anggotanya.Massa selalu ada dan tersebar dimana-mana dengan sifat yang heterogen. Meskipun demikan massa memiliki tujuan yang sama dan menanggapi pesan komunikasi politik bersama-sama meskipun tetaplah dari individu-individu massa berdiri sendiri.Misalnya saja saat mulai Parpol mengungumkan tentang calon presiden 2009, massa mulai bersama-sama menilai dan membentuk opini tentang pesan dari parpol itu. Apakah opini yang keluar menganggap terlalu ambisius atau pertimbangan yang belum pada waktunya yang penting massa telah memberi penilaian dari komunikasi dan mempunyai harapan sama yaitu semoga Capres 2009 ada yang lebih baik.Hadirnya teori-teori yang telah dijelaskan di atas (Tipe dan Fenomenologis) sangat membantu para kominkator politik memilih cara penyampaian pesan komunikasi politik kepada massa. Mengingat massa bersifat anonim yaitu individu-individu yang hadir umumnya tidak dikenal secara pribadi oleh komunikator.Menurut McQuail, massa tidak memiliki eksitensi yang berlanjut kecuali hanya diperhitungkan sebagai objek perhatian dari mereka yang ingin memanipulasi orang-orang sebanyak mungkin. Terlihat banyak hadir Ormas-ormas non-politik ini merupakan kegiatan unjuk gigi bahwa mereka meiliki massa dengan tujuan yang berbeda-beda.PublikPublik terbentuk tanpa sengaja karena dari individu-individu massa yang tertarik dengan masalah-masalah sosial terutama yang dilontarkan oleh media massa. Mereka merasa perlu adanya permasalahan yang harus diatasi bersama-sama. Maka publik menjadi khalayak yang sangat mempengaruhi pesan-pesan komunikasi politik.Menurut McQuail, publik menjadi bagian penting dalam khalayak komunikasi politik. Eksitensi publik sangat kuat dengan interaktif, aktif, dan dapat bekerja sama dengan media namun tidak tergantung pada media.Publik menjadi bagian yang penting dalam khalayak komunikasi karena sifatnya yang kritis dan pandai dalam melihat suatu masalah. Maka sekarang banyak parpol mulai mencari pendukung dari publik yang biasa disebut opinion leader.Tidak jarang publik dalam beropini menjadikan opini itu sebagai opini sebagain besar massa. Tidak menutup kemungkinan ada perbedaan namun sangat kecil. Maka opini publik sangat menjadi penting untuk mendapatkan dukungan politik bagi komunikator.Tiap-tiap individu pada massa mempunyai tingkat kepandaian dan pendidikan yang berbeda. Publik yang menjadi bagian dari massa tentu memiliki kepandaian yang berbeda dalam menilai suatu masalah. Terkadang mereka punya cara sendiri. Kepercayaan pada suatu publik berbeda-beda. Dan keberuntungan pada suatu publik pun berbeda-beda dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada.Ada publik yang terus berdiskusi terhadap masalah namun belum memiliki jaringan untuk menyampaikan hasil diskusi pada pemerintah. Sehingga mereka tidak memiliki channel distribusi, ini sering terjadi dalam dunia kampus.Leader-shipOpinionPublic AttentiveGeneral PublicNamun tak jarang banyak opini publik yang tersampaikan dalam badan pemerintahan karena sudah memliki hubungan dengan elit politik.Leader-shipOpinionPublic AttentiveGeneral PublicLeader-shipOpinionPublic AttentiveGeneral PublicDari bawah yaitu general public, seperti yang dijelsakan diatas bahwa bagian ini adalah publik yang tidak memiliki kesempatan dalam menyampaikan aspirasi ke kalangan badan pemerintah. Mereka hanya bisa berdiskusi saja dan kurang ada tindak lanjut dari diskusi.Attantive publik adalah publik yang penuh perhatian. Mereka berusaha mencari informasi tentang apa saja pesan daripada kominkator. Buah hasil kerja keras mereka mendapatkan kenalan dan bahakan telah berhubungan dengan elit politik.Bagian ini amatlah penting mengingat mereka telah menjalin hubungan dengan elit politik sehingga mereka dapat dengan mudah menyampaikan opini secara antar-pribadi. Bagi komunikator mereka adalah kunci untuk mendapatkan dukungan khalayak dan mereka mempertimbangkan arus opini yang hadir di khalayak melaui mereka.Persaingan Cagub DKI Jakarta pada waktu itu rajin sekali berkunjung ke komunitas-komunitas untuk mendengar dan mendapatkan saran dari komunitas tersebut. Meski tujuan akhir mendapatkan dukungan.Pada lapisan yang paling atas adalah kategori khalayak yang disebut sebagai pemimpin opini (Opinion Leader). Di sini mereka terlibat langsung dalam pengambilan keputusan karena mereka sudah ada pada bagian dari lembaga pengambilan keputusan. Kalangan publik ini paling aktif hanya saja terkadang keputusan yang diambil suka tidak selaras dengan publik dari sebelumnya.

BAB IIIPENUTUP
Freud berpendapat tentang proses yang menjadi pokok berfungsinya kepribadian:(1) Id, yaitu proses orang yang berusaha memaksakan keinginnanya akan hal yang menyenangkan. Setiap manusia mempunyai tujuan yang hendak dicapai.(2) Ego, alat yang digunakan untuk menliai sekitar orang itu, atau realitas.(3) Superego, yaitu gagasan orang diturunkan (biasanya melalui pengalaman dengan orang tuanya) tentang apa baik dan buruk.Sehingga cara mencapi tujuan berbeda. Dalam pendapat Freud maka jelas setiap orang akan memiliki cara sendiri untuk mencapai tujuan sendiri. Kahlayak yang merupakan kumpulan orang-orang tentu tidak tinggal diam jika tujun yang ingin dicapai ternyata jauh didapat oleh karena elit politik. Maka sangatlah sering terjadi pemberontakan atau justru tindakan apatis rakyat terhadap pemerintah.Perlunya memahami khalayak komunikasi politik agar para komunikator dapat menjalankan pemerintahan dengan mendapatkan dukungan rakyat. Se idealnya menjauh dari tindakan menyimpang seperti politik uang dan korupsi.Khalayak komunikasi politik memiliki perhatian terhadap perkembangan politik yang terjadi sekeliling mereka. Akses untuk medapatkan informasi terkini mat menentukan sikap khalayak dalam menanggapi fenomena politik sekitar. Maka tak jarang ada pemerintah yang menyimpang selalu menutup erat-erat akses informasi ini. Baru-baru ini terjadi di Myanmar dengan kasus Junta-nya atau sering terjadi di negara-negara Afrika karena perang saudara.Kahlayak dapat mempengaruhi arah kebijakan politik jika memiliki rasa peduli yang tinngi dan solid dalam publik. Sebab, kepedulian dan berpartisipasi dalam pemerintahan akan melancarkan proses demokrasi dan memimalisasikan penyimpangan yang dapat saja terjadi. Oleh sebab itu publik dengan tingkat atentif dianggap idela sebab mereka murni memperjuangkan kepentingan rakyat. Sedangkan opinion leader kurang kredibel sebab sudah menjadi bagian pengambilan keputusan sehingga penuh sarat kebohongan.Di Indonesia kita memiliki publik yang atentif seperti komunitas Nurani Dunia milik Bapak Imam Prasodjo seoran sosiolog atau Bapak Efendi Gazali dengan progarm acara televisinya yaitu Republik BBM, dan masih banyak lagi yang terlibat aktif memberikan masukan namun tidak ada pada bagian dari bandan pemerintahan (pengambilan keputusan).Dengan posisi mereka sebagai publik yang atentif sebagai warga negara yang dapat bersikap rasional dan kritis, maka partisipasi poilitik dalam mempengaruhi keputusan pemerintah menjadi jembatan antara kepentingan leadership opinion dan general public.

Daftar Pustaka
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Jakarta, 1982Dan Nimmo, Komunikasi Politik, Rosda Bandung, 1982Mulyana, Deddy.Dr, M.A.2005 Nuansa-Nuansa Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosda Karya.Dan Nimmo, 2001 Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Bandung: PT Remaja Rosda KaryaAdi Suryadi Culla.Dr,msi. 2005 Study Guide Political Communications. Jakarta: STIKOM LSPR.Makalah Romli. Ikhtisar perkuliahan “Komunikasi Politik” Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisip Universitas Al-Ghiffari (Unfari) Bandungwww.kompas.com/Kampanye Capres dan Budaya Komunikasi Henry Subiakto Direktur Lembaga Konsumen Media, Dosen Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga/Jumat,30 April 2004www.kompas.com/ Politik dan Pemilu dalam Perspektif Pemasaran Oleh AB Susanto Konsultan Manajemen Pemasaran dan Managing Partner The Jakarta Consulting Group/ Rabu, 18 Februari 2004www.kompas.com/ Desonansi Komunikasi Politik Mochtar W Oetomo Staf Pengajar Fak Ilmu Komunikasi Universitas Dr Soetomo, Direktur Surabaya Media School/ Rabu, 22 Januari 2003www.suaramerdeka.htm / Memetakan Pemilih dan Positioning Kandidat dosen Ilmu Komunikasi FISIP Undip, peneliti Institute for Media & Local Democracy (Imeld) Semarang./ Senin, 16 April 2007www.suaramerdeka.htm/ Media dalam Komunikasi Politik Muchamad Yuliyanto,dosen komunikasi FISIP Undip, mahasiswa pascasarjana di UNS Surakarta/ Jumat, 18 Mei 2007

Tidak ada komentar: